Minggu, 21 Januari 2024

L

Saat itu kukira indah
Saat itu kukira mudah
Menikmati rasa pemberian Tuhan
Bermain-main dengan kenyataan
Merasa hidup sudah melebihi harapan

Waktu berlalu terlalu jauh dari perkiraan
Senja sudah berubah menjadi kegelapan
Namun mataku tertuju pada sebuah bayangan
Ku ikuti ke mana dia pergi
Ku turuti apa maunya kini

Di ujung jalan itu ku lihat nyata
Masa lalu kita, cerita bahagia bersama
Sungguh tak ku sadari
Ternyata aku berjalan sendiri
Aku mencinta sendiri

Pandainya dirimu bermain peran
Hingga tak kusadari bahwa aku hanya figuran
Bodoh aku tak melihat kenyataan
Aku terlalu buta pada angan-angan

Kita terlalu indah untuk menjadi nyata
Dan terlalu perih untuk jadi selamanya......


Ponorogo, 21 Januari 2023
L

Kamis, 26 Oktober 2023

BERSAMAMU

Hongju dan Hongjun sudah berjanji akan selalu bersama. Janji mereka terukir di salah satu sudut sekolah menangah atas di desa mereka. Mereka bukan kembar maupun saudara. hanya sahabat yang saling berbagi suka maupun duka.

Choi Hongju, gadis berusia 23 tahun lulusan fashion designer universitas wanita tersohor di Korea, kini sedang menikmati masa magangnya di sebuah perusahaan majalah fashion yang berbasis di Korea. Meskipun melelahkan dan penuh perploncoan, Hongju tetap menikmati pekerjaannya karena sesekali dia dapat bertemu idol kesukaannya.

Setiap hari Hongju sendirian melewati jalan kecil menuju apartemen kecilnya. Ruangan yang cukup sekedar merebahkan badan, makan, dan mandi. Tapi Hongju masih tetap bersyukur karena kini dia bisa mengirimkan sebagian gajinya untuk orang tuanya di desa.

Keesokan harinya, meskipun ini adalah hari libur Hongju tetap bersiap dengan dandanan tipis namun segar. Selama perjalanan menuju halte bus, Hongju sesekali menggumamkan nada lagu aransemennya sendiri. Hongju sangat menantikan hari ini sejak dua tahun yang lalu.

Setelah berganti bus beberapa kali, akhirnya Hongju sampai di sebuah tempat di pinggiran Korea Selatan yang berdekatan dengan Korea Utara. Di salah satu pemberhentian bus, Hongju bahkan menyempatkan diri membeli sebuket bunga.

Hongju semakin dekat dengan keramaian. Hongju juga akhirnya bertemu bibi Yongsun dan paman Hwijae. Butuh waktu sekitar 45 menit hingga akhirnya Hongju bisa meneriakkan suaranya. "JANG HONGJUN!!!!" Dua manusia itu mendekatkan tubuh mereka hingga menjadi satu, saling bertukar rindu.

"Hei, Choi Hongju! Kenapa kamu semakin pendek dan kecil?" seru Hongjun. Hongju mencebik kesal dan Hongjun membalasnya dengan mengacak rambut Hongju sambil tertawa. "Ayo makan tteokbokki! Bibi sudah ijinkan kita main." ajak Hongju. Hongjun menanggapinya dengan anggukan senang.

Sampailah mereka di sebuah kedai yang penuh dengan remaja dan anak kuliahan. Hongju sangat sibuk mengunyah sembari berpidato tentang update kehidupan kepada Hongjun. Hongjun seakan terbiasa dengan hal ini hanya menatap Hongju lucu sambil melahap makanan kenyal di depannya.

"Hongju-ya, kenapa kau masih jomblo? Kau sudah 23 tahun!Lihatlah aku! Aku saja wamil bisa punya pacar, kenapa kau tidak?" Hongju sempat terdiam sejenak berpura-pura berpikir. "Hongjun-ah, kau pikir ini saatnya berkencan? Sudah cepat selesaikan kuliahmu dan kerjalah! Pacarmu bahkan sudah semakin sukses sekarang." Hongjun sedikit tertawa tertampat kenyataan. Yah, dia menunda kuliahnya untuk wamil dulu.

Dua tahun setelah hari itu, Hongju sekali lagi bersiap dengan buket bunga di tangannya. Lagi-lagi masih bersama bibi Yongsun dan paman Hwijae. Setelah menunggu prosesi selama satu jam, Hongju melihat sosok yang amat dikenalnya sejak 10 tahun yang lalu itu. "JANG HONGJUN!!!!" de-javu. Skenario yang sama benar-benar terulang lagi. Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini mereka berada di kedai barbeque yang terkenal di Seoul.

"Hongjun-ah, setelah ini kau mau melamar ke mana?" tanya Hongju. "Melamar pacarku." jawab Hongjun enteng. Hongju terdiam , terbelalak tak percaya. "Jangan bercanda kau! Dasar gila!" Hongjun tertawa melihat kemarahan Hongju. "Mungkin belum melamar, tapi aku ingin bertemu langsung dengannya. Ayolah, kami sudah pacaran 3 tahun, masa belum pernah ketemu langsung!" Hongju hanya membalas dengan deheman pelan kemudian menundukkan muka sambil melahap makanannya.

Sejak dialog itu mereka cukup malas untuk berbicara lagi. Mungkin karena daging yang mereka bakar terlalu lezat atau ada sesuatu yang tersembunyi di dalam hati. Hingga 30 menit kemudian mereka berpisah karena arah rumah mereka berlawanan.

"Sampai jumpa lagi Hongju-ya! Nanti akan ku traktir lagi kalau sudah dapat kerja dan bertemu pacarku." Hongju tersenyum. "Oke, aku pegang janjimu." Mereka pun berbalik arah satu sama lain. Dua puluh langkah berjalan, Hongju berhenti dan membalikkan tubuhnya. Menyaksikan Hongjun semakin menjauh.

Ada rahasia yang Hongjun belum tahu. Kekasih Hongjun adalah Hongju. Hongju memang jarang memakai make up dan sekalinya ia memoleskan make up di wajahnya, ia akan nampak sangat berbeda. Tanpa sengaja Hongjun menemukan akunnya di sebuah aplikasi dating. Saat itu Hongjun sedang libur wamil. Hongju memang tidak menggunakan nama aslinya dan memilih Lee Hana sebagai personanya.

Siapa yang sangka Hongjun benar-benar jatuh cinta pada sosok Lee Hana ini? Hongju sedikit merasa bersalah namun dia juga menikmati, karena sebenarnya dia juga menyukai Hongjun, sahabatnya. Rumit, tapi Hongju tahu ini adalah resiko yang harus dia tanggung karena tidak mau jujur akan perasaannya. Sosok Hongjun semakin menjauh dan tak lagi terlihat oleh Hongju. Mungkin Hongju harus segera jujur pada Hongjun.

Di sisi lain, Hongjun menghentikan langkahnya setelah melewati sebuah belokan. Pikirannya sedang kalut. Dia takut sudah menyakiti perasaan Hongju. Yah, sebenarnya Hongjun juga menyukai Hongju. Tapi Hongjun ragu untuk menyatakan perasaannya.

Pacar? Hanya senjata Hongjun untuk mengetes Hongju saja. Dia sengaja mencari pacar yang sulit bertemu (LDR) agar dia tidak perlu repot-repot bertemu. Pengecut memang, tapi Hongjun tak mampu berpikir jernih jika membahas Choi Hongju. Dia sudah sangat jatuh cinta padanya bahkan sejak masih berseragam yang sama.

Entahlah, siapa yang akan jujur terlebih dahulu akan perasaan mereka.



Surabaya, 26 Oktober 2023

Jung Haewon





Selasa, 17 Januari 2023

IMPERFECTION

Bukan kewajiban kita menjadi sempurna
Meski dunia akan tetap memaksa kita sempurna
Tapi, bagaimana caranya jadi sempurna?
Nyatanya kita selalu salah di mata manusia

Dia hanya mau perhatian
Lihat saja bajunya!
Dia bukan apa-apa selain keluarganya
Ah, aku berharap banyak padamu

Kenapa aku masih saja salah?
Sebenarnya di mana letak salahnya?
Aku sudah melaksanakan titah
Kenapa tidak ada balasnya?

Siapa yang salah?
Manusia dengan hati lembut?
Manusia dengan mulut kasar?
Atau justru dia yang diam saja?

Aku juga tidak sempurna
Mereka juga tidak sempurna
Tapi masih saja aku mendengarnya
Suara penuh cela dan hina

Suara itu tidak selalu datang tiap hari
Hanya saja sekali berkunjung cukup menguras waktu
Tapi siapa yang bicara itu?
Keluar sini ayo kita berkelahi!

Hentikan omong kosongmu itu!
Aku tidak akan pernah sempurna untuk mereka
Mereka juga tidak akan jadi sempurna kepadaku
Tapi bukankah itu manusia?
Jadi diamlah sana!

Ponorogo, 17 Januari 2023
Haewon

Selasa, 27 Desember 2022

Titik Koma

Langit itu terang, tapi mendung
Burung itu terbang, tapi mati
Bunga itu mekar, tapi layu
Buah itu matang, tapi busuk

Kuwarnai dunia hijau, tapi dia rasa abu-abu
Kumaknai senyum, tapi berujung kaku
Terpana sipu wajahnya, aku membeku
Ternyata aku tertahan ragu

Dengar burung itu berkicau
Dunia indah katanya
Aku berlari menuju dirinya
Baru di tengah jalan aku terlena

Buat apa?
Membikin malu saja!
Apa yang sudah kau lakukan?
Kau adalah dosa terbesar di dunia!
Harusnya kau bisa lebih dari ini!
Kau itu malas!
Usahamu tak ada gunanya!
Menghabiskan uang saja!
Mana ada yang mau denganmu?
Mundur sana!
Kamu sudah berusaha!
Kamu hebat!
Semua sudah diatur Yang Maha Kuasa!
Kamu tidak sendiri!
Ayo cari bantuan!
Kamu orang baik!
Kamu jangan mengada-ada!
Hanya capek, istirahat sana!

Akupun tidur
Dan akupun mati.

Haewon Jung
Ponorogo, 27 Desember 2022

Rabu, 26 Oktober 2022

Langit Baru

Kata angin langit punya tujuh tingkatan
Hingga manusia berebut jadi yang terdepan
Terdahulu meraih yang tertinggi
Tak mau jadi yang tertinggal
Karena yang tertinggal adalah makhluk gagal

Begitulah dunia mengajarkan
Tak jauh beda dengan duniaku
Tak ada guna jika masih jadi kedua
Tapi jadi nomor satu pun masih cacat pula
Apapun itu, kamu tetap tercela

Begitulah dunia mengajarkan
Bahwa langit baru punya hujatannya sendiri
Sempurna? Hanya milik Tuhan
Tapi kau juga harus sempurna!
Ah, makhluk plin plan

Begitulah langit baru yang kupijak
Awalnya tepuk tangan riuh menyambut raga
Tapi hunusan pedang yang menembus hati
Kalau jatuh lagi-lagi terhujat
Tapi kalau masih berdiri katanya tak tau diri

Mau langit baru mana lagi yang kutuju?
Hujatan mana yang mau kuhadapi dulu?
Kalau jatuh, siapkah aku terhunus lagi?

Hai langit baru!
Coba jangan terlalu kasar padaku!
Aku juga mau memijakmu
Tapi kenapa meletakkan kakiku di tanggamu saja aku tak mampu?

Langit baru, mampukah aku mencapaimu?

Haewon Jung
Ponorogo, 26 Okt 22

Rabu, 22 Desember 2021

Hai Kemarin!

Apa kabar?
Langkahmu masih berjalan di tanah orang kah?
Kulihat kau masih tertatih
Ataukah kau injak kerikil tengah jalan itu
Hingga pincang kau melangkah maju

Kabarku baik
Entah apa yang baik
Tapi senyumku masih terlukis di wajah
Berlapiskan emas dan perak berkilauan
Silau, mematikan

Masihkah langkahmu berjalan?
Kenapa tak pula kulihat hadirmu di sini
Ribuan kisah dongeng inginku sampaikan padamu
Dari yang nyata hingga bualan saja

Haruskah aku lama menantimu hai kemarin?
Aku mulai bosan
Aku ingin segera selesaikan
Tapi setengah jalanpun rasanya belum aku sampai
Sebenarnya masih berapa lama cerita ini?

Pantaskah kau ku nanti hai kemarin?
Sanggupkah aku berharap padamu?
Jika ku lepaskan dirimu, bisakah aku berdiri sendiri?
Atau biarkan saja aku di sini
Tersesat menantimu hai kemarin..

Haewon
Ponorogo, 22 Desember 2021

Rabu, 29 Agustus 2018

Okay (Not Okay)

dia tersenyum di sudut semu
berkata pada bumi
bahwa kaki ini berpijak
masih pada tanah bahagia
tak ragu dia bagi tawa
tak berhenti dia sebar canda
nafas sengal berhias peluh
dia bilang tak apa
awannya selalu cerah katanya
pelangi tak pernah luput dari wajahnya
hujan sudah jadi mainan
petir tak ubahnya seperti silau lampu kamera
kata orang bahagianya dia
kata orang sempurna kali hidupnya
manusia tanpa derita itu nama tengahnya
menggenggam jiwa terluka dan bangkitkannya
keahlian yang tiada duanya
merapikan puzzle hidup manusia berantakan
sudah jadi kebiasaan
iri orang lihat hebatnya
bunga sakura selalu merekah indah di hidupnya
seolah tumbuh abadi bahkan di tengah salju januari
tangannya selembut angin di sore hari
pelukannya seakan melepas jutaan duri
yang keluar dari bibir tebalnya adalah mutiara
tak sedikitpun kerikil terlempar
macam ibu yang kasih sayangnya tulus dan abadi hingga mati
sempurna kisahnya layaknya dongeng putri-putri

di tanah pijakan itu
semua orang memandahg
di atas bukit hijau
bunga-bunga dan kupu-kupu menyempurnakan
dia tak sempurna tapi tak pula cela
manik mata mereka tak mampu turun nyatanya
di bawah tanah pijakan
jurang penuh duri dan batu tajam menanti
tanahnya rapuh,
tak liat orang pada kakinya
tanpa alas di atas duri
darah mengalir deras tak ada yang lihat
masih dia bilang tak apa

dia bukan bodoh yang tak tau apa-apa
dia butuh tangan saja
genggam dia untuk jauh dari bukit derita
nyatanya itu benar-benar dongeng belaka
manusia dengar kisahnya bergidik pergi
semacam dengar kisah horor malam jumat
mereka bilang dia asal bicara
bahkan mulutnya belum sempurna menutup tengah ceritanya
baiklah, masih tak apa
dia coba langkahkan kaki pergi
sekali lagi, tanah itu rapuh
di sinilah dia sekarang
menggantung pada bunga berduri
tangan putihnya memerah berlumur darah
dia masih bilang tak apa
bahkan dia tak mau menyerah untuk pergi
jiwa raganya sudah lelah pada manusia
tak sudi dia minta genggam tangan
di tepi jurang itu dia masih bersyukur
dia bisa lihat indahnya senja dan fajar
nyaman, indah, menenangkan
tapi tangan mulai tak bisa diandalkan
kaki butuh pijakan
tak sadar dia, ada tangan lain tarik dia
ternyata manusia tak sepenuhnya bajingan
sayangnya duri tak mudah dilepas
dia masih duduk di tepi jurang itu
dengan duri dan tangan berlumur merah darah
kaki rapuhnya menggantung lemah
dia masih belum bisa pergi
tapi dia tidak sendiri
ini saja cukup katanya
dan manusia biadab masih lihat dia baik-baik saja

Surabaya, 12 April 2018

mereka kadang dianggap bermuka dua
mereka kadang dianggap tak punya pendirian
mereka juga sering dianggap tak menyenangkan
mereka hanya ingin bahagia
SAMA SEPERTI KALIAN YANG BAIK-BAIK SAJA :)

L

Saat itu kukira indah Saat itu kukira mudah Menikmati rasa pemberian Tuhan Bermain-main dengan kenyataan Merasa hidup sudah melebihi harapan...